Wednesday, February 11, 2009

SAKRAMEN PERKAWINAN

Pada kesempatan ini, saya akan menyampaikan kepada sidang pembaca mengenai Sakramen Perkawinan seperti apa yang tertuang dalam Statuta Keuskupan Regio Jawa, cetakan kanisius tahun 1995. Dalam pegantar buku tersebut dikatakan, Statuta Keuskupan Regio Jawa ini merupakan revisi dan sekaligus penyatuan antara Statuta Perkawinan yang disahkan pada tanggal 25 September 1983 di Jakarta dan Statuta Keuskupan Regio Jawa yang disahkan pada tanggal 15 Juli 1988 di Pacet, Jawa Timur oleh para Waligereja Regio Jawa. Perlunya revisi merupakan tanda perkembangan Gereja dan masyarakat yang kita simak terus menerus.
Statuta ini lahir dari pengalaman praksis pastoral yang dibahas para uskup Regio Jawa dalam rapat tahunan, disusun untuk menjadi pedoman dalam praksis pastoral dan telah diuji selama bertahun-tahun dalam praksis pastoral pula.
Statuta ini merupakan penjabaran sejumlah norma Kitab Hukum Kanonik 1983 menurut situasi dan kondisi keuskupan-keuskupan Regio Jawa yang mempunyai banyak kesamaan dan kebersamaan, namun juga perbedaan. Dengan demikian kebersamaan kebijakan praksis pastoral keuskupan-keuskupan Regio Jawa tidak mengesampingkan otonomi dan hal-hal yang khas serta khusus dari masing-masing keuskupan, melainkan tetap memberi peluang kebijakan lebih lanjut sesuai dengan situasi dan kondisi setiap keuskupan.
Kebersamaan kebijakan praksis pastoral perlu karena kesamaan situasi dan kondisi, kerja sama dan komunikasi intensif, bahkan koordinasi antara keuskupan-keuskupan seregio, demikian pula karena mobilitas umat, baik kaum awam, maupun kaum religius dan para imam.
Kebhinnekaan perlu karena situasi dan kondisi berbeda yang menuntut kontektualisasi praksis pastoral agar sungguh memadai dan mengena.
Statuta ini dimaksudkan tidak sekedar sebagai anjuran, melainkan sebagai peraturan yang harus diindahkan untuk memperlancar proses hidup dan karya Gereja.
Statusa Keuskupan Regio Jawa ini telah disahkan dalam rapat khusus para uskup Regio Jawa tanggal 3 Nopember 1995 dan diberlakukan mulai Paskah, 7 April 1996.

Para Waligereja Regio jawa: Mgr. Leo Soekoto, SJ; Mgr. M. Angkur, OFM; Mgr. Alexander Djajasiswaja, Pr; J. Kard. Darmaatmadja, SJ; Mgr. P.S. Hardjasoemarta, MSC; Mgr. Y. Hadiwikarta, Pr; Mgr. H.J.S. Pandoyoputro, O.Carm; dan Mgr. A. Henrisoesanta, SCJ.

Selanjutnya kita sampai pada pokok yang saya pilih, yakni pasal-pasal tentang Sakramen Perkawinan.
Pasal 113 tentang Penyelidikan Kanonik (Kan. 1066-1067; 1070)
  1. Sebelu mengijinkan para calon mempelai melangsungkan perkawinan, pastor hendaknya melakukan penyelidikan kanonik dengan mempergunakan formulir penyelidikan kanonik.
  2. Penyelidikan kanonik hendaknya dilakukan oleh pastor secara pribadi demi pastoral persiapan perkawinan yang lebih individual dan intensif, maka jangan diserahkan kepada awam.
  3. Penyelidikan mengenai status bebas para calon mempelai dilakukan oleh pastor dari pihak wanita sebagai prioritas, jika mempelai keduanya katolik; atau oleh pastor pihak katolik, jika pihak lain bukan katolik.
  4. Kewajiban untuk melakukan penyelidikan kanonik itu tetap pada pastor dari tempat kediaman mempelai, meskipun perkawinan dilasngsungkan di tempat lain. Untuk menghindarkan kesulitan yang sering timbul, hendaklah para pastor menaruh perhatian atas pedoman ini.
  5. Jika salah seorang calon mempelai sulit untuk dapat menghadapa pastor tersebut, penyelidikan dapat diserahkan kepada pastor dari tempat ia sedang berada. Pastor tersebut hendaknya selekas mungkin mengirimkan formulir penyelidikan kanonik yang telah selesai diisi itu.
  6. Dalam hal perkawinan campur agama, penyelidikan kanonik hendaknya dilakukan juga terhadap pihak yang tidak katolik. Jika ia menolak, hendaknya hal itu diberitahukan kepada Ordinaris Wilayah.
  7. Untuk menjamin kebebasan dalam menjawab, hendaknya kedua calon mempelai diperiksa secara terpisah. Jawanan-jawabannya dicatat pada formulir tersebut di atas dan disahkan dengan tanda tangan pastor serta calon mempelai yang bersangkutan.
  8. Pastor yang melaksanakan penyelidikan mengenai status bebas calon mempelai, hendaknya memperhatikan apakah mereka cukup tahu ajaran katolik tentang perkawinan.
  9. Kedua calon mempelai hendaknya didorong untuk mengikuti Kursus Persiapan Perkawinan yang biasanya diselenggarakan oleh team ahli atau diberi itnruksi perkawinan oleh pastor sendiri seturut Kan. 1063 no. 2.

Pasal 114 tentang Surat Baptis.

  1. Kecuali jika calon mempelai dibaptis di paroki itu sendiri, pastor hendaknya minta surat baptis dari mereka. Surat baptis itu hendaknya baru, yakni tidak lebih dari enam bulan.
  2. Pastor paroki bertanggung jawab atas kebenaran surat baptis, maka jika dibuat oleh pegawai kantor/sekretariat paroki, hendaknya diperiksa dan ditandatangani oleh pastor paroki.
  3. Dalam meminta izin untuk melangsungkan perkawinan dengan pihak kristen bukan katolik, hendaknya dilampirkan juga surat baptis dari pihak yang tidak katolik.
  4. Calon mempelai yang tidak memiliki surat baptis baru diminta mencari dua orang saksi, yang dibawah sumpah memberi kesaksian bahwa calon mempelai tidak terikat tali perkawinan, dan jika perlu bahwa ia benar-benar telah dibaptis.
  5. Jika tidak dapat diperoleh saksi, pastor hendaknya menghubungi Ordinaris Wilayah, sesudah pihak yang bersangkutan mengucapkan sumpah tentang status bebasnya di hadapan pastor, dan secara tertulis menyampaikan kepadanya keterangan-keterangan yang dapat ia kumpulkan mengenai status bebas calon mempelai tersebut.

Pasal 115 tentang Pengumuman Calon Perkawinan Kan. 1067.

  1. Pengumuman calon perkawinan dilakukan tiga kali dalam semua Perayaan Ekaristi pada hari-hari Minggu dan hari-hari raya wajib.
  2. Pada tempat-tempat di mana tidak setiap hari Minggu diselenggarakan Perayaan Ekaristi, atau jika Ordinarius WIlayah menganggapnya layak, pengumuman calon perkawinan dapat dilakukan dengan cara lain, misalnya secara tertulis dan dicantumkan pada papan pengumuman paroki atau dimuat dalam majalah paroki setempat.
  3. Jika calon mempelai telah memiliki domisili atau kuasi domisili aktual selama tiga bulan, cukuplah bahwa pengumuman calon perkawinan diadakan hanya di paroki domisili atau kuasi domisili aktual tadi. Jika belum genap tiga bulan, pengumuman calon perkawinan juga harus dilakukan di paroki domisili atau kuasi domisili sebelumnya.
  4. Juga untuk perkawinan campur agama, baik perkawinan Beda Agama atau pun perkawinan Beda Gereja, yang akan dilangsungkan dengan dispensasi atau izin dari ordinaris wiayah, ditetapkan bahwa di keuskupan ini pengumuman calon perkawinan dilakukan di paroki pihak katolik. Pengumuman sebaiknya dilakukan setelah diperoleh dispensasi atau izin itu, dan tanpa disebutkan agama pihak yang tidak katolik.
  5. Para pastor paroki, baik pastor-kepala maupun pastor pembantu mereka, diberi wewenang untuk memberikan dispensasi dari pengumuman calon perkawinan. Untuk sahnya dispensasi itu haruslah ada alasan yang wajar, harus berat untuk menghapus dua pengumuman, dan harus berat sekali untuk menghapus tiga pengumuman.

Pasal 116 tentang Pencatatan Sipil.

  1. Pada prinsipnya pencatatan perkawinan pada Kantor Catatan Sipil dilaksanakan sesudah perkawinan gerejawi.
  2. Hendaknya diusahakan agar kesempatan pengajuan pastor atau petugas awam untuk diangkat menjadi pembantu Pegawai pencatat Perkawinan bagi Kantor Catatan Sipil dimanfaatkan. Pastor atau petugas awam yang mempunyai wewenang sebagai pembantu Pegawan Pencata Perkawinan bagi Kantor Catatan Sipil hendaknya sungguh-sungguh memanfaatkannya terutama untuk melayani umat yang miskin.
  3. Jika pastor atau petugas awam bertindak sebagai pembantu Pegawai Pencatat Perkawinan bagi Kantor Catatan Sipil, hendaknya ia memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan tugas itu, antara lain Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 97 tahun 1978. Pengisian formulir SUrat Nikah hendaknya dilaksanakan dengan teliti dan dibuat rangkap dua.
  4. Pada umumnya pastor jangan meneguhkan perkawinan calon mempelai yang tidak mau atai tidak dapat memenuhi ketentuan-ketentuan hukum sipil tanpa lebih dahulu minta pertimbangan ordinarius wilayah (bdk. Kan. 1071 n0. 2).
  5. Mereka yang telah melangsungkan perkawinan secara gerejawi hendaknya didorong untuk selekas mungkin mengurus pencatatan sipilnya. Orang katolik yang melangsungkan perkawinan secara sipil di kantor Catatan Sipil hendaknya diusahakan agar selekas mungkin mengesahkan perkawinannya secara gerejawi. Sebelum mengesahkan perkawinan itu, pastor hendaknya minta dokumen peresmian perkawinan secara sipil; dokumen itu disimpan dalam arsip paroki bersama dengan dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan perkawinan tersebut.
  6. Jika calon suami-istri berbeda agama, kewenangan pastor untuk meneguhkan perkawina mereka secara sipil diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 1/1974 tentang perkawinan, pasal 66 juncto Peraturan Perkawinan Campuran, pasal 2 atau Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen, pasal 75. Dalam praktek harus memperhitungkan kebijakan Kantor Catatan Sipil yang mungkin berbeda.

Pasal 117 tentang menghubungi Ordinaris Wilayah dan Mohon Izin Kan. 1071 dan 1105

Sebelum meneguhkan perkawinan, pastor harus menghubungi ordinaries wilayah dan sejauh diperlukan mohon izin dalam hal-hal barikut ini:

  1. Jika tidak ada surat baptis yang baru dan tidak ada saksi.
  2. Jika salah satu atau kedua calon mempelai tidak mempunyai tempat tinggal atau pengembara.
  3. Jika salah satu atau keduanya pernah menikah dan ikatan perkawinan itu diputus tidak oleh kematian, kecuali jika pemutusan ikatan perkawinan pertama itu dicatac atas kuasa ordinaris wilayah dalam Buku Baptis pihak yang dulu terikat tali perkawinan tersebut.
  4. Jika ikatan perkawinan sebelumnya dari salah seorang atau kedua calon mempelai memang diputus oleh kematian, tetapi tidak ada kesaksian otentik mengenai kematian pasangan yang terdahulu, atau tidak ada kesaksian yang dapat dipercaya.
  5. Jika calon mempelai sebelum atau sesudah melangsungkan perkawinan tidak mungkin atau tidak bersedia memenuhi peraturan-peraturan hokum sipil.
  6. Jika perkawinan hendak dilangsungkan dengan menggunakan privilege iman yang disebut dalam Statuta ini pasal 126 ayat 1.a dan 3.c.
  7. Jika ada keragu-raguan yang cukup beralasan akan masih adanya suatu halangan perkawinan.
  8. Jika pihak bukan katolik menolak diadakan penyelidikan kanonik atas dirinya.
  9. Jika perkawinan itu menurut undang-undang perkawinan Negara tidak dapat diakui atau diteguhkan.
  10. Jika perkawinan menyangkut orang yang terikat kewajiban-keb\wajiban kodrati terhadap pihak lain atau terhadap anak-anak yang lahir dari hubungan sebelumnya.
  11. Jika orang yang hendak melangsungka perkawinan telah meninggalkan iman katolk secara terbuka.
  12. Jika orang yang hendak melangsungkan perkawinan terkena censura.
  13. Jika calon mempelai belum dewasa, tanpa sepengetahuan atau tanpa persetujuan orangtuanya yang masuk akal.
  14. Jika perkawinan hendak diteguhkan dengan perantaraan orang yang dikuasakan, seperti diatur dalam Kan. 1105.

Pasal 118 tentang Dispensasi dari halangan perkawinan Kan. 1078; 1079; 1082 dan 134.

  1. Kepada para pastor diberikan kuasa untuk memberikan dispensasi dari halangan-halanagn perkawinan yang bersifat gerejawi, terkecuali halangan-halangan yang timbul dati tahbisan suci, dari kaul kemurnian yang bersifat kekal dan public dalam suatu tarekat religius tingkat kepausan, serta dari halangan kehajahatan yang disebut dalam kan. 1090
  2. Tetapi kuasa itu hanya boleh digunakan (ad liceitatem) dalam hal-hal mendesak, dimana tidak ada waktu untuk menghubungi ordinaries wilayah. Setelah memberi dispensasi tersebut, pastor wajib memberitahukan hal itu kepada ordinaries wilayah.
  3. Di keuskupan di mana terdapat jabatan vikaris episkopal, yang dimaksud dengan ordinaries wilayah adalah vikaris episkopal masing-masing wilayah, dengan tetap ada kemungkinan mengajukan permohonan kepada vikaris jenderal atau delegates atau uskup diosesan.
  4. Untuk mohon dispensasi dari halangan perkawian hendaknya digunakan formulir yang telah disediakan untuk itu, entah formulir untuk halangan khusus, entah formulir untuk halangan umum lainnya.

Pasal 121 tentang Perkawinan Campur Agama Kan. 1125-1129 jo Kan. 1086

  1. Dalam memohon dispensasi dari halangan Beda Agama (disparitas Cultus), atau dalam memohon izin untuk melangsungkan perkawina Beda Gereja (Mixta Religio), pastor hendaknya menggunakan formulir yang dibuat khusus untuk itu.
  2. Surat janji hendaknya dibuat menurut contoh yang disesuaikan dengan ketentuan Kan. 1125. demikian pula surat keterangan dari dua orang saksi menganai status bebas pihak bukan katolik yang dibuat di bawah sumpah, supaya dibuat seperti contoh formulis 5.
    Surat janji dan keterangan status bebas ini hendaknya dilampirkan pada surat permohonan dispensasi atau izin yang dikirim kepada ordinaris wilayah. Setelah perkawinan dilangsungkan, surat dispensasi, surat janji dan keterangan status bebas tersebut harus disimpan bersama dokumen-dokumen lainnya dalam arsip paroki.

Tuesday, February 10, 2009

CINCIN KAWIN

Makna Cinta dalam Cincin Kawin

Sebuah legenda mengatakan bahwa cincin kawin yang pertama kali dibuat berasal dari daun-daunan yang tumbuh di daratan subur sungai Nil yang dijalin membentuk lingkaran perlambang siklus kehidupan manusia dengan lubang di tengahnya sebagai simbol pintu menuju gerbang masa depan

Lantaran daun-daunan ini tidak abadi sifatnya, kama materi pembuat cincin pun beralih ke lempengan besi sederhana. Lempengan besi ini dipercaya masyarakat ROmawi kuno sebagai simbol cinta abadi.

Selanjutnya kepercayaan cincin sebagai pengikat cinta mulai diadaptasi oleh bangsa barat. Hanya saja mereka mulai mendandani tampilan lempeng besi yang sederhana menjadi lebih atraktif dengan materi pembuatnya yang mulai beragam seperti perak, emas, bahkan platinum. Dan cincin pun tidak lagi tampil polos, melainkan dipercantik dengan batu-batuan yang sarat akan makna.

Batu-batuan ini mewakili simbol tertentu dalam masyarakat. Ruby adalah simbol cinta yang agung, zamrud yang penuh akan harapan masa depan dan berlian yang melambangkan keabadian cinta. Untuk memilih cincin kawin memang banyak hal yang harus dipertimbangkan, diantaranya bujet, model, bahan dan tentu saja ukuran.

sebenarnya apa pun cincin kawin yang Anda gunakan tidak lebih hanya sebagai simbol. Polos yang merupakan simbol kepolosan dan ketulusan cinta diantara pasangan suami istri yang mengenakan. Satu lingkaran tanpa terputus, tanpa awal dan akhir, dimaksudkan agar cinta suami kepada istri hanya satu begitu sebaliknya. Satu untuk seumur hidup. dan yang paling menentukan hubungan suami istri sebenarnya adalah komunikasi dan cinta yang ada di antara pasangan ini. just.

Wednesday, February 4, 2009

Syarat - syarat mengurus perkawinan Katolik

Langkah Persiapan Perkawinan Katolik

Paroki Santo Petrus Lubuk Baja Batam

PENDAFTARAN PERKAWINAN
  1. Menyerahkan berkas persyaratan.
  2. Tanggal pelaksanaan perkawinan dibicarakan/dalam kesempatan kanonik dengan pastor.
  3. Telah mengikuti Kursus Persiapan Perkawinan yang dibuktikan dengan dimilikinya Sartifikat KPP.
  4. Dokumen persyaratan perkawinan diserahkan ke Sekretariat Paroki dalam keadaan lengkap; diantarannya :

PASANGAN KATOLIK :

  1. Surat permandian TERBARU dan Status Liber, berlaku enam bulan dari tanggal pengeluaran.
  2. Surat pengantar / domisili dari ketua ke1ompok.
  3. Fotocopy KARTU DANA PERSEMBAHAN UMAT (DPU)
  4. Fotocopy KARTU KELUARGA KATOLIK
  5. SERTIFIKAT KURSUS PERSIAPAN PERKAWINAN (KPP)
  6. Photo berdampingan berwarna ukuran 4 x 6 : 2 lembar
  7. Fotocopy KTP
  8. Fotocopy Kartu Keluarga
  9. Fotocopy AKTE LAHIR
  10. Surat izin dari komandan bagi calon dari anggota Kepolisian, ABRI
  11. Surat izin dari pimpinan bagi calon dari PNS.
  12. Menghadap pastor untuk penyelidikan Kanonik PALING LAMBAT TIGA BULAN sebelum tanggal pernikahan (berkas harus lengkap).
  13. Bersedia diumumkan di Gereja sebanyak 3 kali.


PASANGAN CAMPUR (KATOLIK - KRISTEN)

Bagi calon pengantin yang beragama KATOLIK :

  1. Surat permandian TERBARU dan Status Liber, berlaku enam bulan dari tanggal pengeluaran.
  2. Surat pengantar / domisili dari ketua ke1ompok
  3. KARTU DANA PERSEMBAHAN UMAT (DPU)
  4. Fotocopy KARTU KELUARGA KATOLIK
  5. SERTIFIKAT KURSUS PERSIAPAN PERKAWINAN (KPP)
  6. Pas Photo berdampingan berwarna ukuran 4 x 6 : 2 lembar
  7. Fotocopy KTP
  8. Fotocopy Kartu Keluarga
  9. Fotocopy AKTE LAHIR
  10. Surat izin dari komandan bagi calon dari anggota Kepolisian, ABRI
  11. Surat izin dari pimpinan bagi calon dari PNS
  12. Menghadap pastor untuk penyelidikan Kanonik PALING LAMBAT TIGA BULAN sebelum tanggal pernikahan (berkas harus lengkap).
  13. Bersedia diumumkan di Gereja sebanyak 3 kali.

Bagi calon pengantin yang beragama Kristen :

  1. Fotocopy surat permandian dari gereja yang bersangkutan.
  2. Surat keterangan dua orang saksi, bahwa calon pengantin belum menikah (di atas meterai 6.000,-)
  3. Surat pernyataan dari orang tua / wali yang menyatakan bahwa mengizinkan calon pengantin menikah secara Katolik (diatas meterai 6.000,-)
  4. Surat pernyataan dari calon, bahwa calon pengantin bersedia diberkati secara katolik (di atas meterai 6.000,-)

Untuk pasangan campur beda agama (Katolik-Islam/Budha/Hindu) sama dengan pasangan campur beda Gereja hanya tanpa fotocopy surat permandian Kristen.

PERSIAPAN PERKAWINAN

  1. Penyelidikan kanonik dilaksanakan selambat-lambatnya 3 minggu sebelum pelaksanaan perkawinan dengan syarat dokumen-dokumen sudah lengkap.
  2. Waktu dan pelaksanaan untuk penyelidikan kanonik dibicarakan langsung dengan pastor yang akan menyelidiki (Pastor Wilayah).
  3. Untuk mendapatkan status Liber (status Bebas) bagi calon mempelai non-katolik dibutuhkan 2 (dua) orang saksi yang tahu dengan sesungguhnya bahwa calon non-katolik tersebut belum pernah menikah dan tidak sedang terkena halangan ikatan nikah atau halangan-halangan perkawinan lainnya.

Penyelidikan Kanonik dilaksanakan:

  1. Pasangan Katolik, kanonik diprioritaskan di Paroki pihak perempuan.
  2. Pasangan Campur otomatis dipihak Katolik.
  3. Buku liturgi perkawinan dibicarakan / dikonsultasikan dengan pastor yang akan memberkati.
  4. Gereja belum mengurusi catatan sipil tetapi Sekretariat Paroki bisa membantu untuk pengurusan.

PENTING & PERLU UNTUK DIKETAHUI

  • Jam perkawinan di Gereja Santo Petrus Lubuk Baja Batam adalah sebagai berikut:
  • Hari Senin s/d Sabtu antara pukul 08.00 s/d 17.00 WIB
  • Sesuai dengan intruksi Bapa Uskup Pangkalpinang, Hari Minggu tidak diperbolehkan.
  • Gereja tidak menyiapkan bunga khusus untuk perkawinan; rangkaian bunga dari petugas perangkai di gereja adalah standar untuk Misa.
  • Sekretariat Paroki bisa membantu menyediakan florist kalau dibutuhkan, dan bunga Altar yang sudah dipersembahkan di Gereja tidak boleh dibawa pulang.

Sumbangan untuk Gereja adalah:

  1. Stipendium/Iura stolae diserahkan langsung kepada Pastor yang memberkati perkawinan.
  2. Sumbangan untuk listrik dan prasarana Gereja diserahkan melalui Sekretariat paroki.

DOKUMEN UNTU CATATAN SIPIL

  1. foto Copy surat nikah gereja
  2. Foto Copy Akte Kelahiran
  3. Foto Copy KTP
  4. Foto Copy Kartu Keluarga
  5. Surat Pengantar menikah dari Kelurahan
  6. Pas Foto gandeng ukuran 4×6 sebanyak 4 lembar
  7. Fotocopy KTP Saksi
  8. IC dan Paspor untuk WNA
  9. Surat pengakuan Status Liber dari negara asal

Jika masih ada hal yang kurang jelas, bisa ditanyakan langsung ke Sekretariat Paroki Santo Petrus Jl. Anggrek No. 1 Blok II Lubuk Baja Batam
Telp. (0778) 457755 Fax. (0778) 451170.
E-mail : paroki_santopetrus@yahoo.com